Sabtu, 25 Januari 2014

Tentang Gosip


I lit the fire by my own, with no friends, I’m now alone
Coz everyone had their own, jobs and life in comfort zones

Malam ini, aku memutuskan persahabatan melalui ingatan. Mengambil keputusan untuk membunuh masa lalu di hari ini. Segala sesuatu yang bernama kenangan, kini biar saja semata hanya menjadi onggokan sampah. Tak ada lagi yang layak dibicarakan.

* * *

Sahabat seharusnya adalah seseorang yang akan meninju hidung mu paling keras. Tapi tidak dari belakang! Sahabat akan berhadap-hadapan denganmu ketika berkonfrontasi. Bagiku secara pribadi, itulah model respek di antara dua orang yang mengklaim bahwa mereka bersahabat. Menggosipkan seorang sahabat di belakang, bukanlah cara seorang teman memperlakukan yang lain. Apalagi jika kemudian, gosip ini dibiarkan ranum sebagai gosip semata.

Keengganan seseorang untuk mengkonfrontasikan gosip dengan fakta, sudah barang tentu beririsan dengan hal di atas. Masih banyak yang lebih memilih untuk mendasarkan diri dan mempercayai pada gosip ketimbang menghadapi kenyataan bahwa mereka mungkin salah atau (dalam bahasa paling moderat) kurang tepat dalam menilai sesuatu. Pengambilan keputusan yang didasarkan pada gosip juga tak pelak merupakan metode pengucilan paling efektif yang pernah dan terus eksis dalam masyarakat hari ini. Masyarakat yang penuh dengan kemunafikan cenderung untuk mengemukakan gosip ketimbang melihat akar masalah secara lebih mendalam. Gosip di sisi lain merupakan bentuk sebuah ketakutan personal yang berupaya dikompromikan dengan ketakutan lain yang ada di dalam dirinya.

Bentuk eskapisme seperti ini yang pada akhirnya berujung pada keyakinan bahwa gosip itulah kebenaran.

Ada yang lebih soalnya jika memposisikan diri menantang ritual gosip di dalam diri. Ada energi yang tidak bisa kurang, jika kita ingin mengkonfrontasikan apa yang masih berupa gosip dengan apa yang kemudian akan dinilai sebagai fakta. Salah satunya adalah waktu. Menelisik sesuatu secara lebih dalam akan menghabiskan waktu yang bagi masyarakat hari ini, terlalu berharga. Time is money. Itu mengapa, membanting gosip ke lantai konfirmasi memang terasa membuang-buang uang.

Di sisi lain, uang adalah soal yang paling sering menjadi sumber masalah di dalam dunia pergosipan. Bahkan di antara yang mengaku paling anarkis sekalipun. Uang bagi banyak orang adalah standar paripurna untuk menilai segala sesuatu. 

Absolutisme nilai, seperti angka yang tercantum dalam setiap lembarnya. Tetap!

Di kehidupan yang mendasarkan gerak, interpretasi ataupun justifikasi berdasarkan uang, persoalan ada tidaknya atau banyak sedikitnya uang yang kau miliki, akan menentukan seberapa besar akses atau kemungkinan yang dapat kau miliki saat ini. Beginilah hidup hari ini beroperasi. Tidak ada seorangpun yang bisa lari dari dekapan uang, karena benda ini telah menjadi norma material yang menentukan pertukaran antar manusia. Bukan hanya pertukaran barang semata, namun juga pertukaran sesuatu yang imaterial. Seperti persahabatan misalnya.

Uang akan menyebabkan kau dikucilkan, dihukum atau bahkan mendapatkan limpahan kasih sayang dan perhatian. Uang juga akan membuatmu memiliki segala sesuatu yang telah kau idam-idamkan. Semuanya sangat mungkin terjadi asalkan kau membayar harganya.

Kini aku menghadapi gempuran yang diakibatkan oleh hal-hal itu. Gosip dan uang, gosip karena uang.

Bukan sesuatu yang layak kuanggap sebagai peperangan pada awalnya. Karena bagiku mereka yang menyerangku dari belakang tersebut –dengan pertimbangan gosip dan uang– bukan musuh. Di masa lalu, aku pernah menjalani hari-hari penuh amarah, tawa dan cinta dengan mereka. Kami pernah berbagi barisan perang yang sama ketika itu. Mabuk bersama, tertawa bersama, saling mencibir, saling memeluk dan menertawakan hidup yang lurus, baik-baik saja dan apa adanya. Dengan mereka, aku pernah memberikan api ke dalam malam-malam gelap yang menakutkan. Saling mengikatkan diri dan di saat yang bersamaan melepaskan ikatan kami dari kebanyakan orang di sekitar.

Tapi sekali lagi, hal itu hanya pernah! Di masa lalu! Kemarin dan bukan hari ini!

Bukankah peperangan tak selalu membutuhkan persetujuan dua pihak? Bukankah seseorang dapat mulai menyerang individu yang lain meski tanpa pemberitahuan atau peringatan terlebih dahulu?

Ya. Begitulah perang dimulai pada kenyataannya.

Malam ini, aku menemukan bahwa hal-hal prinsipil yang dahulu pernah tumbuh di antara kami kini tidak lagi eksis. Telah ada batas yang jelas di antara diriku dengan beberapa individu lain. Mereka yang di masa lalu merupakan karib, kini lebih memilih menarik garis denganku. Basis argumentasinya: gosip dan pengingkaran.

Mereka mendeklarasikan perang secara sepihak!

Sayangnya, mereka lupa bahwa aku sudah terlanjur siap kehilangan sejak awal. Kehilangan mereka yang dekat denganku di waktu kemarin. Aku paham bahwa dalam relasi antar individu, tidak ada garis lurus dan keabadian.

Itu mengapa, aku menemukan peperangan ini tidaklah berharga untuk dijalani. Gosip hanya layak untuk diacuhkan. Dan jika gosip itu terus mengejarmu, gunakan tinjumu untuk menyumpalkan gosip ke dalam mulut-mulut itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar